enmazinfo - Selamat tahun baru 2017 untuk semua pembaca! Walau sudah masuk bulan Februari, tidak ada kata terlambat untuk mengucapkan semangat baru. Awal tahun ini, saya kembali memulai petualangan bersama #Travelmate saya, Firman. Destinasi perdana kami di 2017 adalah salah satu negara tetangga di kawasan ASEAN yang selama ini belum sempat kami jelajahi. Negara ini menjadi destinasi ASEAN ke-8 yang berhasil saya kunjungi setelah sebelumnya menginjakkan kaki di Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan tentu saja negara tercinta kita, Indonesia.
Masih ada dua negara ASEAN lainnya yang menjadi target untuk saya “selesaikan”, yakni Myanmar dan Laos. Jadi, bisa tebak kali ini saya mendarat di mana? Yap, Brunei Darussalam! Negara yang dikenal akan ketentraman dan kesejahteraannya, dengan kondisi politik dan sosial yang relatif stabil. Rasanya tepat menyebut Brunei sebagai negara dengan "1001 kedamaian".
|
Mesjid Brunei Darussalam |
Brunei mungkin bukan negara favorit di kalangan wisatawan jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Tapi menurut saya, pilihan untuk traveling ke Brunei adalah keputusan yang tepat. Negara ini memang terkesan tenang dan tak terlalu ramai turis, namun memiliki daya tarik tersendiri. Dan ya, lagi-lagi saya dibantu oleh maskapai andalan para backpacker – si merah yang selalu punya promo tiket murah meriah tapi tidak murahan.
Perjalanan dimulai dari Jakarta. Saya terbang menggunakan AirAsia dari Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta pukul 19.50 dan mendarat di KLIA2, Kuala Lumpur, sekitar pukul 22.20 waktu setempat. Seperti biasa, saya memang menjadikan KLIA2 sebagai bandara transit karena banyaknya promo menarik dari AirAsia dari dan ke Kuala Lumpur. Penerbangan selama dua jam lebih itu terasa agak panjang, tapi alhamdulillah semua berjalan lancar hingga mendarat di KLIA2.
Setelah keluar dari pesawat, saya dan Firman langsung menuju imigrasi. Jarak dari pintu pesawat ke imigrasi lumayan jauh, namun tidak terasa karena sepanjang perjalanan kami sibuk ngobrol. Proses imigrasi lancar tanpa kendala, dan paspor kami pun langsung mendapatkan cap masuk.
Awalnya kami berencana bermalam di bandara saja menunggu penerbangan ke Brunei pukul 06.40 keesokan paginya. Tapi dasar tidak bisa diam, kami pun memutuskan untuk ‘kabur’ sejenak ke Bukit Bintang. Kami naik bus dari KLIA2 menuju KL Sentral. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 23.00 dan tentu saja ketika tiba di KL Sentral, layanan monorail sudah berhenti beroperasi.
Tapi karena prinsip kami "banyak jalan menuju Bukit Bintang", akhirnya kami jalan kaki dari KL Sentral ke Bukit Bintang. Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam. Lelah? Tentu. Tapi itulah seninya backpackeran. Sesampainya di Bukit Bintang, kami langsung menuju Jalan Alor untuk sekadar duduk santai dan mengisi perut dengan Tom Yum favorit saya. Meski sebelumnya sudah makan nasi padang dari Jakarta, perut tetap menuntut keadilan. 😄
Setelah kenyang, kami kembali ke KL Sentral (masih jalan kaki tentunya) dan menunggu bus pertama menuju KLIA2 yang berangkat pukul 03.00. Sesampainya di KLIA2, kami langsung melakukan self check-in dan mempersiapkan diri untuk penerbangan selanjutnya menuju Brunei.
![]() |
Waiting For Boarding at KLIA2 |
Malam singkat di Kuala Lumpur itu cukup membakar semangat petualangan kami. Total pengeluaran malam itu adalah 69.35 MYR (sekitar Rp 211.500), termasuk ongkos bus, makan, dan air mineral. Tidak buruk untuk pengalaman yang luar biasa ini!
'Keep Traveling Keep Writing'
0 Komentar